"ing sakjeroning sepi kui ono ajaran luhur lan tumindak wicaksono kang dadi pinuju kabecikan-di dalam kerendahan hati itu ada ajaran luhur dan tindakan bijaksana yang menjadi tujuan kebajikan"

Kamis, 25 Agustus 2016

Tangan Kosong dan Ilmu Udara

“Alkisah, Markesot pernah berguru kepada seorang pendekar Mataram. Sang pendekar memberinya sebuah tombak yang panjang. Namun, bukan bagaimana cara menggunakan tombak tersebut, sang pendekar malah memberinya petuah mengenai falsafah tombak tersebut. Pendekar yang kurang sakti membutuhkan tombak yang panjang, pendekar yang lumayan sakti menggunakan tombak yang pendek saja, dan pendekar yang paling sakti tidak membutuhkan tombak, cukup tangan kosong!”
(Markesot, dalam Markesot Bertutur #1)

Tidak ada ketakutan, kebencian, dan permusuhan yang ditebarkan oleh tangan yang kosong. Begitulah, tangan yang kosong adalah tangan yang jujur. Tangan yang kosong tidak akan menebarkan ancaman bagi sekelilingnya. Ia akan terbuka bagi siapa saja, dan bisa diterima oleh siapa saja.

Tangan kosong tidak membawa ancaman bagi siapapun. Ia polos dan bersahaja. Wakil dari kesederhanaan. Ia hampa seperti udara. Menjadi bagian tubuh yang tidak perlu dilindungi. Siapapun tidak akan sungkan mendekat pada tangan yang kosong.  Tangan kosong tidak mendatangkan dan mengharapkan penilaian. Tangan kosong datang tidak sebagaimana tangan yang datang dengan pedang atau bahkan uang. Pedang dan uang, mengancam dan membuai, tidak pernah bisa jujur sebagaimana tangan kosong.


Tangan kosong memang, kadang kala, dalam situasi dan kondisi tertentu, dipaksa harus memukul, menampar, atau mencekik. Tapi itu adalah keadaan darurat ketika keputusan cepat harus diambil atas dasar sikap melindungi. Tindakan tangan kosong tidak akan berlebihan karena tidak ada pedang atau senjata apapun yang digenggamnya. Tangan kosong bertindak tanpa melebihi batas.Tangan kosong tahu batas-batas yang tidak boleh diterabasnya.

Bukankah tangan kosong bisa mencuri atau mengambil apa saja yang bukan haknya? Tangan yang telah mencuri atau mengambil sesuatu, tidak lagi kosong. Ia telah terbebani oleh materi yang menjauhkan manusia dari keheningan. Manusia yang terjauhkan oleh keheningan, dia telah terjebak dalam pusaran kegaduhan. Tangan kosong menjaga manusia agar tetap hening dalam situasi yang paling gaduh sekalipun. Bangsa Jawa mengenal istilah “topo ngrame”, atau bertapa dalam keramaian. Dalam situasi apapun, manusia Jawa harus tetap tenang, tidak “kagetan” (tidak mudah terkejut) dan tidak “nggumunan” (tidak mudah terpesona). Bersikap tenang dengan penuh keheningan.

Begitu halnya dengan udara. Siapapun akan menerima udara. Ia dibutuhkan oleh semua yang hidup maupun yang mati. Udara adalah sandingan bagi semua makhluk di bumi. Udara mampu menempatkan dirinya dimana saja, tanpa harus mengalami lupa bahwa ia udara.

Udara memang tidak terlihat, namun ia dirasakan oleh makhluk. Ia hadir dimanapun makhluk membutuhkan, tetapi tidak semua makhluk sempat menyadari kehadiran udara. Begitulah udara, ia hanya menyediakan dirinya bagi kebutuhan makhluk. Dianggap ada atau tiada tidaklah penting. Dalam keramaian makhluk, udara hadir tanpa harus menunjukkan siapa dirinya.

Udara menguapkan air dan membawa awan. Udara menempatkan awan dimana hujan harus diturunkan. Ketika hujan turun, maka kehidupan baru akan muncul dan menyambung kehidupan selanjutnya.

Terkadang, udara terlihat seperti marah ketika hadir sebagai topan. Tapi bukan udara yang berkehendak. Udara hanya mematuhi hukum alam bagaimana alam ini menyeimbangkan dirinya. Bagaimanapun juga, udara hanya memilih menjadi salah satu penyeimbang alam tanpa harus terlihat dan disadari oleh makhluk, karena begitulah tujuan penciptaannya. Bagi udara, pantang untuk menjadi selain udara, karena itu berarti dia akan menyalahi yang sudah tertulis. Pengingkaran terhadap apa yang sudah tertulis hanya akan menjadi karib bencana.

Siapa saja, mampu memukul udara, tapi udara tidak terpukul. Siapa saja bisa menebas udara, tapi udara tidak tertebas. Siapa saja mampu menusuk udara, tapi udara tidak tertusuk. Udara tidak akan membalas, karena udara memberikan semua dari dirinya.

Tangan kosong dan udara, begitulah mereka bersahaja. Memberikan rasa aman dan dibutuhkan semua makhluk. Mereka adalah dua hal, yang menjadi sanding bagi manusia. Tangan kosong yang bersahaja dan udara yang menafaskan manusia.
Tangan kosong dan udara, mereka ada dalam ketenangan, menjelajahi ruang dalam kesepian, dan mengantarkan manusia di dalam waktu keheningan. Tangan kosong dan udara tidaklah mungkin terpikat oleh hingar bingar kepandaian.

Tidak akan pernah ada yang mampu memusuhi tangan kosong dan udara. Karena, tangan kosong dan udara tidak akan pernah memusuhi siapapun. Tangan kosong menyampaikan kesahajaan dan udara menyampaikan kerendahhatian. Tangan kosong dan udara, mereka itulah yang akan menjadi Mersudi Patitising Tindak Pusakaning Titising Hening.


Tidak ada komentar: